News

Konflik Sudan, perebutan kekuasaan yang menjadi krisis kemanusiaan menyedihkan

Jakarta (KABARIN) - Konflik yang pecah di Sudan sejak April 2023 terus membesar hingga berubah menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Apa yang awalnya hanya pertarungan kekuasaan internal kini berkembang menjadi perang saudara berkepanjangan yang melibatkan negara asing, menghancurkan kota-kota, dan memaksa jutaan orang untuk bertahan hidup dalam kelaparan dan pengungsian.

Semua itu bermula pada 15 April 2023, ketika bentrokan pecah di ibu kota Khartoum antara dua kekuatan militer:

Keduanya pernah menjadi sekutu, namun perebutan kendali militer dan politik memicu perang terbuka di seluruh negeri.

Seiring waktu, muncul dugaan dukungan asing yang membuat perang makin rumit:

Meski beberapa pihak membantah, laporan resmi PBB mengungkap adanya suplai alat militer dari luar negeri yang masuk ke medan perang.

Akar masalah

Sudan bukan negara yang asing dengan konflik internal. Sejak merdeka pada 1956, ketegangan politik dan konflik kawasan terus terjadi—mulai dari perang saudara panjang hingga pemisahan Sudan Selatan tahun 2011.

RSF sendiri berakar dari milisi Janjaweed, kelompok yang terbentuk di era Omar al-Bashir untuk menumpas gerakan di Darfur. Setelah Bashir digulingkan pada 2019, dua tokoh kuat—al-Burhan dan Hemedti—yang awalnya bekerja sama, akhirnya berbalik saling berebut kendali.

Sejak perang bergulir:

Organisasi kemanusiaan menyebut situasi ini sebagai salah satu yang paling mengerikan dalam sejarah modern Afrika.

Situasi Terbaru: Tragedi di el-Fasher

Pada Oktober 2025, kondisi makin memburuk. RSF merebut kota el-Fasher, ibu kota Darfur Utara, setelah pengepungan 18 bulan. Selama periode itu:

Tragedi ini kembali membuka mata dunia tentang betapa seriusnya krisis Sudan.

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © KABARIN 2025
TAG: